Rabu, 16 Mac 2016

Teori kriminologi

Kriminologi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kriminologi berasal dari kata crimen yang artinya adalah kejahatan dan logos yang artinya ilmu, sehingga kriminologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang kejahatan dan tindak kriminal.[1]

Daftar isi

Pengertian menurut para ahli

Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya.
Sutherland 
Kriminologi adalah keseluruhan ilmu pengetahuan yang bertalian dengan perbuatan kejahatan sebagai gejala sosial dan mencakup proses-proses perbuatan hukum, pelanggaran hukum dan reaksi atas pelanggaran hukum.
Wood 
Kriminologi adalah keseluruhan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan teori atau pengalaman yang bertalian dengan perbuatan jahat dan penjahat dan,termaksud di dalamnya reaksi dari masyarakat terhadap perbuatan jahat dan para penjahat.
Noach 
Kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang perbuatan jahat dan perilaku tercela yang menyangkut orang-orang terlibat dalam perilaku jahat dan perbuatan tercela itu.
Walter Reckless 
Kriminologi adalah pemahaman ketertiban individu dalam tingkah laku delinkuen dan tingkah laku jahat dan pemahaman bekerjanya sistem peradilan pidana.

Ruang lingkup

Menurut Muhammad Mustafa,[1] ruang lingkup pembahasan dalam kriminologi dapat dibagi menjadi:
  1. Kejahatan, perilaku menyimpang, dan kenakalan,
  2. Pola tingkah laku kejahatan dan sebab musabab terjadinya kejahatan,
  3. Korban kejahatan,
  4. Reaksi sosial masyarakat terhadap kejahatan.

Dasar-dasar Teori

Dasar-dasar teori kriminologi yaitu:[2]
Demonologis
Merupakan pemikiran awal yang dikembangkan atas dasar pemikiran yang tidak rasional, di mana suatu tingkah laku kejahatan yang dilakukan oleh individu merupakan pengaruh dari roh jahat (demon= setan). Benar atau salahnya suatu tingkah laku ditentukan oleh definisi kepala suku atau orang yang dianggap sebagai dewa. Pemikiran ini masih bersifat konvensional di mana tindakan pelanggaran yang dianggap paling serius bagi Demonologis adalah mempergunakan ilmu gaib hitam atau dikenal dengan black magic. Hukuman yang digunakan juga masih bersifat tradisional yang ditujukan untuk mengusir roh jahat dalam diri individu tersebut, seperti membakar individu yang memiliki ilmu hitam.
Klasik
Pada penjelasan mengenai pemikiran klasik, tingkah laku jahat yang dilakukan oleh manusia merupakan cerminan dari adanya konsep "free will" atau kehendak bebas. Dalam penjelasan mengenai pemikiran klasik dengan konsep free will ini menganggap bahwa individu memiliki pilihan dan pemikiran untuk menentukan tindakan yang akan mereka lakukan. Hukuman yang diterapkan pada pemikiran ini bersifat umum sesuai dengan kejahatan yang dilakukan. Tokoh dalam pemikiran klasik ini antara lain Cesare Beccaria dan Jeremy Bentham.
Neo Klasik
Neo Klasik muncul sebagai bentuk kritikan terhadap klasik yang menyamakan hukuman setiap orang tanpa mempertimbangkan usia, fisik, dan kondisi kejiwaan seseorang.
Determinisme
Merupakan suatu penjelasan mengenai kejahatan bahwa tingkah laku jahat merupakan pengaruh dari adanya faktor-faktor tertentu. Terdiri dari beberapa paradigma, yaitu:
  1. Positivisme
    Salah satu tokoh yang terkenal dalam paradigma positivisme ini adalah Cesare Lombroso di mana menghubungkan antara tingkah laku jahat dengan kondisi biologis atau fisik seseorang.
  2. Interaksionisme
    Dalam paradigma interaksionisme, tingkah laku jahat merupakan definisi dari hasil interaksi, di mana seseorang dianggap jahat ketika orang lain melihat bahwa tingkah laku tersebut adalah jahat atau menyimpang. Teori yang terkenal pada paradigma interaksionis ini adalah teori "Labeling", tokoh-tokohnya antara lain Edwin Lemert, Becker, Kitsuse, dan Goffman.
  3. Konflik
    Dalam penjelasan ini, tingkah laku jahat merupakan suatu definisi yang dibuat oleh penguasa terhadap tingkah laku di mana hal tersebut ditujukan untuk kepentingan penguasa. Tokoh-tokohnya antara lain Bonger, Quinney, Taylor, Vold, dan J.Young.
  4. Pos Modern Kriminologi
    Paradigma ini memandang bahwa kejahatan merupakan suatu konsep yang harus didekonstruksikan. Tiga buah pendekatan dalam paradigma ini yaitu realisme, feminisme, dan konstitutif.
  5. Budaya
    Paradigma budaya melihat tingkah laku jahat berbeda jika dilihat dalam konteks budaya yang berbeda pula. Jika pada satu kebudayaan tertentu memandang suatu tingkah laku jahat, maka pada kebudayaan lain belum tentu dipandang juga sebagai kejahatan

Selasa, 8 Mac 2016

Kriminologi

Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan dari berbagai aspek. Kata kriminologis pertama kali dikemukakan oleh P. Topinard (1830-1911), seorang ahli antropologi Perancis. Kriminologi terdiri dari dua suku kata yakni kata “crime” yang berarti kejahatan dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu tentang kejahatan.

P. Topinard (Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2001: 5), mendefinisikan “Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya (kriminologis teoritis atau kriminologis murni).
 Kriminologis teoritis adalah ilmu pengetahuan yang berdasarkan pengalaman, yang seperti ilmu pengetahuan lainnya yang sejenis, memperhatikan gejala-gejala yang mencoba menyelidiki sebab-sebab dari gejala tersebut dengan cara-cara yang ada padanya.”

Edwin H. Sutherland (J. E. Sahetapy, 1992: 5), mendefinisikan kriminologi bahwa “Criminology is the body of knowledge regarding delinquency and crime as social phenomena (Kriminologi adalah kumpulan pengetahuan yang membahas kenakalan remaja dan kejahatan sebagai gejala sosial).”
Paul Moedigdo Moeliono (Soedjono D, 1976: 24), merumuskan “Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai masalah manusia.”

Dari kedua defenisi di atas dapat dilihat perbedaan pendapat antara Sutherland dan Paul Moedigdo Moelino, keduanya mempunyai defenisi yang bertolak belakang. Dimana defenisi Sutherland menggambarkan terjadinya kejahatan karena perbuatan yang ditentang masyarakat, sedangkan defenisi Paul Moedigdo Moeliono menggambarkan terjadinya kejahatan karena adanya dorongan pelaku untuk melakukan kejahatan.
Soedjono D, (1976: 24), mendefinisikan kriminologi “sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari sebab akibat, perbaikan dan pencegahan kejahatan sebagai gejala manusia dengan menghimpun sumbangan-sumbangan dari berbagai ilmu pengetahuan.”
Dari defenisi Soedjono di atas dapat disimpulkan bahwa kriminologi bukan saja ilmu yang mempelajari tentang kejahatan dalam arti sempit, tetapi kriminologi merupakan sarana untuk mengetahui sebab-sebab kejahatan dan akibatnya, cara-cara memperbaiki pelaku kejahatan dan cara-cara mencegah kemungkinan timbulnya kejahatan.

J. Constant memberikan defenisi “Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menentukan faktor-faktor yang menjadi sebab-musabab terjadinya kejahatan dan penjahat.”
WME. Noach  memberikan defenisi “Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki gejala-gejala kejahatan dan tingkah laku yang tidak senonoh, sebab-musabab serta akibat-akibatnya.”
W. A. Bonger memberikan defenisi “Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya.”